Home / Pinjaman / KTA untuk DP KPR: Wow, Mau Bikin Keuangan Jadi Berantakan Ya?
KTA untuk DP KPR: Wow, Mau Bikin Keuangan Jadi Berantakan Ya?
Share :
Setelah pemerintah menerapkan aturan pembayaran uang muka/down payment (DP) kredit pemilikan rumah (KPR) minimal 30 persen dari harga total, banyak orang yang kebingungan karena merasa susah memenuhi syarat itu. Banyak yang mencoba menyiasatinya. Salah satunya dengan mengambil kredit tanpa agunan (KTA).
KTA ini dijadikan tambahan untuk membayar DP. Ya, sepertinya masalah DP memang kemudian selesai karena KTA ini. Tapi ada masalah lain di balik itu, karena artinya orang tersebut berutang dua kali.
Utang adalah bentuk strategi keuangan. Namun, namanya strategi, bisa berhasil, bisa pula gagal. Mengambil KTA untuk membayar DP rumah adalah salah satu strategi utang yang berisiko besar untuk gagal.
KTA memang menggiurkan. Kita tak perlu memberikan jaminan berupa aset kepada bank untuk mendapat pinjaman ini. Tapi, bunga KTA cukup besar dibanding kredit berjaminan.
Saat kita menggunakan pinjaman ini untuk membayar KPR yang berbunga juga, berarti kita sedang menumpuk utang. Meski pendapatan kita mencukupi, strategi ini tidak direkomendasikan karena ujungnya justru membebani keuangan.
KTA bisa diperoleh dengan relatif mudah. Karena itulah KTA sering dijadikan pilihan saat terdesak. Tapi kita harus mengetahui seluk-beluk KTA agar tak keliru dalam memanfaatkannya.
Karena sifatnya yang mudah dicairkan dan bunganya relatif besar, KTA lebih sering dipakai untuk kegiatan produktif. Misalnya tambahan modal usaha. Sebab, dengan begitu, keuntungan usaha bisa digunakan untuk mencicil utang tersebut.
Namun KTA juga bisa digunakan untuk kegiatan konsumtif. Contohnya membayar uang sekolah anak atau tambahan dana renovasi rumah.
Hal yang perlu diperhitungkan ketika mengambil KTA:
Suku bunga
Jangka waktu peminjaman
Jumlah angsuran per bulan
Biaya tambahan lain
Kenapa KTA Tidak Direkomendasikan sebagai DP KPR?
ngos-ngosan atau sesak napas adalah penyakit umum orang yang kebanyakan utang (tercekik/suicide wallpaper)
Kita ambil contoh Aji yang hendak membeli rumah dengan cara kredit namun tabungannya bersama istrinya tidak cukup untuk membayar DP. Aji memiliki pendapatan Rp 5 juta per bulan, sedangkan istrinya Rp 3 juta.
Rumah yang dia beli seharga Rp 400 juta. Artinya dia harus menyediakan 30 persen dari jumlah itu sebagai DP, atau Rp 120 juta.
Masalahnya, dia hanya mampu menyediakan Rp 80 juta. Akhirnya dia memutuskan mengambil KTA Rp 50 juta dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Sebanyak Rp 40 juta dia gunakan untuk menutup DP, sedangkan Rp 10 juta dipakai sebagai biaya administrasi KPR.
Kini Aji sudah memiliki rumah, namun harus membayar dua angsuran sekaligus. Pertama, dia harus membayar angsuran KTA dengan bunga 1,5 persen per bulan selama 3 tahun. Perhitungannya:
Utang KTA: Rp 50 juta Bunga KTA: 1,5% per bulan Jangka waktu: 3 tahun Cicilan pokok utang per bulan: Rp 50 juta : 36 bulan = Rp 1.388.888 Bunga per bulan: 1,5% X Rp 50 juta = Rp 750.000 Cicilan per bulan: Rp 1.388.888 + Rp 750.000 = Rp 2.138.888 Total pembayaran: Rp 2.138.888 X 36 = Rp. 76.999.968
Aji dan istrinya harus mengalokasikan Rp 2.138.888 setiap bulan untuk melunasi KTA. Total yang harus dibayar selama 3 tahun adalah Rp 76.999.968.
Kedua, Aji harus mencicil KPR sekitar Rp 3,8 juta per bulan. Total pendapatan Aji dan istri: Rp 5 juta+Rp 3 juta= Rp 8juta Cicilan KPR= Rp 3,8 juta Cicilan KTA= Rp 2 ,1 juta Sisa pendapatan= Rp 2,1 juta
Bisa dibayangkan kondisi keuangan keluarga Aji yang bakal empot-empotan selama tiga tahun ke depan karena harus menghadapi dua utang tersebut. Tabungannya bakal terus terkikis. Belum lagi masalah lain yang mungkin dihadapi ketika terjadi musibah tak terduga yang memerlukan biaya besar. Tiga tahun itu tidak sebentar, loh.
utang oh utang.. bisa bikin orang jadi untung, tapi juga sekaligus buntung (Meme gajian/ gampardp)
Jadi, daripada buru-buru membeli rumah tapi utang malah menumpuk, lebih baik kita sedikit bersabar. Perhitungkan strategi berutang dengan teliti. Strategi yang tepat akan membuat kita untung, bukan malah buntung.